“Galau Tingkat Dewa”
(Amir Mahmud-Mahasiswa KPI)
Perguruan tinggi sejatinya adalah tempat
berprosesnya seorang mahasiswa menjadi kader-kader bangsa yang berkualitas.
Sebagai lembaga pendidikan tertinggi maka adalah wajib setiap perguruan tinggi
mennyajikan model pendidikan yang berdaya saing dan berkarakter. Tidak terkecuali STAIN Palangka Raya.
STAIN
Palangka Raya sebagai satu-satunya perguruan tinggi Islam Negeri yang ada di
Kalimantan Tengah. kita sebagai civitas akademika patut berbangga hati. Bangunan
yang megah, gedung-gedung bertingkat menjadi pemandangan yang khas di kampus
kita tercinta ini. Namun apalah arti bangunan mewah dan gedung-gedung
bertingkat itu, kalau dinamika yang bergejolak di dalamnya begitu mengiris hati
bagi para mahasiswa sebagai ruh kampus.
Kalau kita mau flashback dan berpikir sedikit tentu kita akan menyadari dan
sungguh sangat ironi bahkan mungkin kalian akan merasakan kegalauan tingkat tinggi seperti penulis. berbagai
ketimpangan-ketimapangan dalam hal kebijakan yang dikeluarkan para elit kampus.
Mahasiswa bukan lagi sebagai agen of
change tetapi lebih kepada anak TK yang senantiasa dituntun dan bahkan yang
lebih parah lagi mahasiswa seakan tidak mengerti atau memang tidak paham
tentang hak-hak mereka yang dirampas dan dizdolimi dengan kebijakan-kebijakan
yang merugikan mahasiswa. Kalau yang seperti ini kita biarkan, maka kemudian
kita tidak pantas lagi di sebut sebagai agen
of change, tetapi pantasnya “afcek”
atau “agen of cuek”.
Adalah wajar kalau mahasiswa memenuhi
kewajibannya membayar SPP karena telah menerima haknya menuntut ilmu, tetapi
apakah wajar kalau pembayaran SPP yang belum waktunya sudah di tetapkan dengan
Belum
lagi kalau kita mau menilik kebijakan-kebijakan lainnya yang sangat tidak pro
terhadap mahasiswa, maka hati kalian akan semakin galau melihat keadaan kampus yang kita lihat megah dan berwibawa
dari luar ini, tetapi sejatinya buruk di dalamnya. Entah alasan apa yang
membuat para pimnpinan kampus genjar mempromosikan alih status STAIN mejadi
IAIN. tapi menurut penulis status STAIN saja tidak beres apalagi IAIN.
Dema
yang dipilih secara demmokratis yang katanya refresentatif suara mahasiswa dan
bisa memberi solusi terhadap kegalauan
mahasiswa, ternyata malah ikut-iktuan bikin pengumuman pembayaran dema dengan
limit waktu yang tidak jauh beda denga pembayaran SPP dan dicantumkan sanksi
pula. Apa Dema kita ini gak edan?
Bangunlah
kalian wahai para sahabat perjuangan. Jangan kalian duduk manis dan tidur
dengan tenang. Semantara hak-hak kalian
“diperkosa”. Kita ini bukan anak TK, kita ini bukan siswa, Tapi kita
mahasiswa. Gunakan nalar berpikir kalian jangan pernah takut memperjuangkan
kebenaran. kuliah tidak cukup hanya dengan duduk manis mendengarkan dosen mengoceh di depan kelas. Tapi kita perlu
kritis terhadap persoalan yang ada di lingkugan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar